Senin, 29 Juni 2009


MENJERNIHKAN PENDIDIKAN
Oleh :Erinto Sumardi

Mendekati pemilu presiden, pendidikan menjadi salah satu isu penting. Namun, debat visi dan misi capres kadang menimbulkan kegamangan. Falsafah pendidikan yang seharusnya menjadi ”harga mati” saat di tangan politisi ternyata diganti dengan pemahaman pragmatis (Kompas, 1/6). Bagaimana menjernihkannya? Tiga elemen

Para pakar sepakat, pendidikan harus diteropong dari tiga aspek. Ia harus memiliki rumusan konseptual baku written curriculum. Di dalamnya tertuang apa yang harus diketahui dan kompetensi yang harus dimiliki siswa pada tiap level pendidikan.

Häyrynen dan Hautamäki, J dalam Människans Bildbarhet och Utbildningspolitiken (1997) memperluas konsep ini. Baginya, sebuah fungsi pembelajaran bermakna bila tidak berhenti pada aspek pengetahuan (to know), dan keahlian (to be able), tetapi merambah daya eksplorasi (to study) dan harapan (to hope).

Selanjutnya dibutuhkan langkah metodologis-pedagogis atau taught curriculum untuk mentransformasikan konsep ke dalam aksi. Ia adalah proses vital. Ide yang baik perlu diterapkan oleh pendidik yang kompeten. Meski demikian, ia bukan akhir. Secara analogis, ia diumpamakan dengan jembatan yang menyatukan konsep dan perwujudan. Ia menginspirasi orang untuk terus berjalan, bukan berhenti di situ.

Bila proses ini dilalui dengan baik, barulah kita berbicara tentang ujian atau learned/assessed curriculum. Pada level paling mendasar, ia bertujuan mengetahui apakah proses pembelajaran sudah dilewati dengan baik atau tidak. Kegagalan atau kesuksesan menjadi takaran tentang kualitas proses itu sendiri.

Tanpa arah
Dalam kenyataan, pemahaman pendidikan sering rancu, demikian Hugo Ferreira Gonzales dalam Calidad Total en la Educación, 2002. Visi sebagai konsep baku yang seharusnya melandasi cara berpikir dan bertindak, kenyataannya mudah dikalahkan oleh pragmatisme dan pertimbangan sesaat. ”Gonta-ganti” kurikulum menjadi contohnya.

Kegelisahan juga terlihat dari minimnya suasana kegembiraan dalam proses belajar-mengajar. Siswa terlampau dijejali aneka beban belajar. Memang sekilas hal itu menyenangkan para pejabat yang melihat berkurangnya kenakalan remaja menjelang ujian. Tetapi, bila dikritisi, esensi pendidikan sedang dikorbankan. Yang dibuat sekadar menghafal, bukan belajar dalam arti sebenarnya. Bahkan, menurut Cole, M dalam Cultural Psychology. A Once and Future Discipline (1996), pendidikan sebagai bagian dari proses sosialisasi pun diingkari.
Akhirnya, derita dalam pendidikan menjadi lengkap oleh ujian. Yang diuji bukan lagi pemahaman komprehensif, tetapi sekadar uji daya memori dan keahlian menjatuhkan pilihan pada alternatif jawaban yang disediakan. Realitas kehidupan yang begitu kompleks disederhanakan untuk dapat diselesaikan dalam waktu amat terbatas. Kita lalu puas dengan meningginya grafik kelulusan. Padahal, kehidupan yang rumit membutuhkan daya kreasi dan eksplorasi yang hanya muncul dari pribadi yang telah melewati proses pendidikan dengan gembira.

Membangun harapan
Perubahan seharusnya dilakukan jika kita berkomitmen pada visi kebangsaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa demi tercapainya kesejahteraan sosial.

Pertama, perlu dihidupkan daya eksploratif yang muncul sebagai konsekuensi pembelajaran atraktif dan menyenangkan. Siswa terdorong untuk belajar bukan karena tekanan ujian nasional, tetapi karena iklim rekreatif-pedagogis. Siswa yang gembira secara sosial akan berkolaborasi membangun negeri dan menjadikannya lebih disegani dalam kancah internasional.
Kedua, perlu kemauan (willingness) dan kesediaan (readiness) membenahi proses pendidikan, demikian Snow, R dalam New Approaches to Cognitive and Conative Assessment in Education (1990). Para politisi harus sadar bahwa perubahan ada dalam tangan mereka. Kemauan mereka untuk meluruskan kerancuan konseptual merupakan langkah bijak. Ia lalu diikuti kesediaan mengorbankan visi pendidikan yang egoistik-pragmatis kepada pemangkuan visi pendidikan yang lebih komprehensif dan tepat sasar.

Bila proses ini dilalui, harapan sebagai elemen konstitutif pendidikan akan hadir sebagai ganjarannya.

Tidak ada komentar: