Sabtu, 11 Juli 2009

AMANAH BERASASKAN TAKWA

AMANAH BERASASKAN TAKWA
Oleh Erinto Sumardi

Inilah sebuah kisah indah percintaan seorang tabi’in mulai. Bernama Mubarak. Dulu mubaraj itu seorang budak. Tuannya memerdekakannya karena keluhuran budi perkertinya dan kejujurannya. Setelah mereka merdeka is bekerja pada orang kaya raya yang memiliki kebun delima yang cukup luas. Ia bekerja sebagai penjaga kebun itu. Keramahan dan kehalusan tutur sapanya, membuatnya disenangi teman-temannya dan penduduk sekitar kebun.
Suatu hari pemilik pebun itu memanggilnya dan memintanya untuk memetik bebrapa tangkai buah delima yang manis dan masak.
Mubarak seketika itu bergegas ke kebun. Ia memetikkan beberapa buah delima dan membawanya pada Tuannya. Ia menyerahkannya pada Tuannya. Majikannya mencoba delima itu dengan penuh semangat. Namaun apa yang terjadi, ternyata delima yang dipetik Mubarak rasanya kecut dan belum masak. Tuan itu tadi mencoba satu parsatu dan rasanya tidakada yang manis dan masak.
Pemelik kebun itu gusar dan berkata” Apakah kau tidak bisa membedakan mana yang masak dan manis dan yang belum masak? mana yang manis dan mana yang kecut?.
Maafkan saya Tuan. Saya sama sekali belum pernah marasakan delima. bagai mana saya bisa merasakan yang mana manis dan mana yang kecut,” Jawab Mubarak.
“Apa? Kamu sudah sekian tahun kerja disini dan menjaga kebun delima yangluas yang teleh berpuluh kali panen ini dan kau bilang belum merasakan delima. Kau berani berkat seperti itu!” pemilik kebun itu marak merasa di permainkan.
“Demi Allah Tuan, saya tidak pernah mencicipi satu butir buah delima pun. Bukankah Anda hanya memberikan saya menjaganya dan tidak memberi izin pada saya unutk mencicipinya” lirih Mubarak.
mendengar ucapan itu pemilik kebun itu tersentak. Namun ia tidak lansung percaya begitu saja. Ia pergi bertanya pada teman-teman Mubarak dan tetangga di sekitarnya tetang kebenaran ucapan Mubarak. Teman-temannya mengakui tidak pernah melihat Mubarak makan buah delima. Juga para tetangganya.
seoarang temannya bersaksi “Ia orang yang jujur, selama ini tidak pernah bihong. Jika ia tidak pernah makan satu buah pun sejak berkerja disini, bearti itu benar.”
kejadian itu benar-benar menyentuh hati sang pemilik kebun. Diam-diam ia kagum dengan kejujuran pekerjanya itu. Untuk lebih meyakinkan dirinya, ia kembali memanggil Mubarak.
“Mubarak, sekali lagi, apakah benar kau tidak pernah makan satu buah pun selama menjaga kebun ini?”
“Benar Tuan.”
Berilah aku alasan yang bisa aku terima!”
“Aku tidak tahu, apakah tuan akan menerima penjelasanku apa tidak. Saat aku pertama kali datang untuk bekerja menjaga kebun ini, tuan mengatakan tugasnya hanya menjaga kebun,. itu akadnya,.. Tuan tidak mengatakan aku boleh merasakan delima yang aku jaga. Selama ini aku menjaga agar perutku tidak dimasuki makanan yang syubhat apalagi yang haram. Bagiku karena tidak ada izin yang jelas dari Tuan, maka aku tidak boleh memakannya.” Jelas Mubarak.
“Meskipun itu delima yang jatuh ketanah, Mubarak?”
“Ya, meskipun delima yang jatuh ke tanah. Sebab itu bukan milikku, tidak halal bagiku. kecuali jika pemiliknya mengizinkan aku memakannya.”
Kedua mata pemilik kebun itu berkaca-kaca. Ia sangat tersentuh dan terharu. ia mengusap air matanya dengan sapu tangannya.
“Hai Mubarak, Aku hanya memiliki seorang anak perempuan. Menurutmu aku mesti menikahkan dengan siapa?”
Sengkat cerita akhirnya, Mubarak akhirnya menikah dengan anak pemilik kebun itu.
Cerita diatas penulis kutip dari bukunya Habiburrahman El Shirazi. yang berjudul Di Atas Sejadah Cinta. Penulis pertama membaca cerita diatas tidak terasa meneteskan air mata. sungguh sangat menyentuh dan menyejukan hati. Setelah menamatkan cerita itu sempat saya merenung beberapa menit marasakan getaran dalam hati dan merenungkan dengan dalam, sebelum melanjutkan bacaan selanjutnya.
Penulis berandai-andai, seandainya setiap orang yang dibebani amanah di olah bangsa dan negara ini menjalankannya seperti cerita Mubarak diatas, sungguh sangat indahnya. Tidak akan ada yang menjuluki Indonesia sebagai “Negarinya Para Koruptor”. Julukan sungguh sangat menyakitkan kita semua, jukan ini tentunya, karena para pejabat kita yang duduk dikursi kekuasaan sebagian, tidak menjalankan amanah
Para pejabat kita yang ada dimanahi oleh rakyat-yang konon katanya dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat- untuk mengurusi apa yang di tugas kepadanya,. Tidak malah memakai tehnik aji mumpung, mumpung menjabat apa yang bisa dilakukan untuk meraih keuntungan untuk pribadinya. alih alih apa yang benar-benar di amanahi tidak dikerjakan dengan sebenarnya.
Kepada pejabat yang duduk di kursi kekuasaan kami menghimbau, mari kita mengingat-ngingat lagi apa akad, “ijab Kabul”, yang menjadi janji, yang menjadi komitmen sebelum anda menjabat.


Erinto Sumardi
Pegiat Komunitas Mahasiswa Islam Terus Membaca dan Menulis (KOMITMEN) STAIN Pontianak

Tidak ada komentar: