Selasa, 07 Juli 2009

Liberal Arts

Oleh: Erinto Sumardi
Sistem pendidikan tinggi di Indonesia, termasuk untuk tataran pendidikan strata-1 (S-1) atau yang dikenal di Barat sebagai undergraduateeducation, pada dasarnya adalah menciptakan spesialis.

Sebagai akibat dari sistem itu, lulusan SMA dan lulusan S-1 universitas pada umumnya hanya tahu tentang bidang studinya. Akibatnya, apabila dalam pekerjaannya ia dihadapkan pada masalah lain di luar bidang ilmu yang dipelajarinya di sekolah,ia akan kelabakan. Salah satu angin segar yang ditiupkan oleh Prof Gumilar Rusliwa Somantri tak lama setelah ia menjabat sebagai rektor baru Universitas Indonesia (UI) adalah gagasan untuk mempraktikkan sistem liberal arts pada satu-satunya institut pendidikan tinggi yang menyandang nama bangsa dan negara ini.

Rektor baru UI itu lebih jauh mengatakan bahwa UI harus mempraktikkan education and research without walls, kegiatan pendidikan dan riset tanpa dipisah-pi-sahkan oleh dinding-dinding ilmu dan dindingdinding fakultas. Ini sesuai dengan salah satu slogan beliau pada waktu kampanye dalam pemilihan rektor, yakni sentralisasi di berbagai bidang. ”Makhluk seperti apa sih liberal arts itu?” Barangkali banyak orang yang akan bertanya.

Setelah memeriksa beberapa referensi dan berselancar di dunia virtual, penulis memperoleh gambaran singkat tentang konsep tersebut. Encyclopadia Britannica memberikan definisi bahwa konsep liberal arts merupakan suatu kurikulum yang dipraktikkan oleh college (pendidikan tinggi empat tahun atau undergraduateyang menghasilkan lulusan S-1) dan universitas yang tujuannya untuk menanamkan dan mengembangkan kapasitas para peserta didik atau mahasiswa. Liberal arts harus dibedakan dengan kurikulum yang bertujuan menghasilkan lulusan yang berkemampuan profesional, vokasional, atau teknik.

Istilah liberal sendiri berasal dari kata latin libre yang berarti bebas atau merdeka.Apabila diinterpretasikan secara lebih luas, orang yang mendapat pendidikan liberal arts adalah orang bebas dan dari namanya saja kita dapat menerka bahwa sistem pendidikan atau kurikulum liberal arts itu memberi peluang kepada mahasiswa untuk memilih satuan atau paket mata kuliah yang diminatinya sebagai bekal apabila ia terjun di dunia kerja.

Pada sistem pendidikan modern,menurut ensiklopedi itu lagi, yang termasuk ke dalam liberal artsitu adalah studi mengenai teologi, susastra, filsafat, sejarah, bahasa,matematika, dan sains.Dewasa ini sistem pendidikan liberal arts dipraktikkan di hampir semua universitas di Barat. Dalam pendidikan tingkat undergraduate (setaraf dengan S-1 di Indonesia), tujuan dari liberal arts adalah untuk memberi pengetahuan umum agar para mahasiswa memiliki dasar pengetahuan kuat yang akan menjadi bekal kepada mereka dalam dunia kerja dan dalam menempuh karier profesional atau karier ilmiah yang lebih tinggi.

Akan tetapi, prinsip bahwa mereka harus memiliki pengetahuan cukup mendalam mengenai sesuatu yang khusus juga tidak dilupakan. Karenanya, tujuan dari pendidikan liberal arts adalah memproduksi para lulusan yang tahu sedikitsedikit mengenai banyak subjek dan tahu banyak tentang satu subjek (to know something about everything and to know everything about something). Dari prinsip itu, lahirlah sistem yang dinamakan major dan minor.

Setelah mencapai tahap tertentu( atautelah mencapai sejumlah SKS tertentu) dalam studinya, mahasiswa diberi peluang untuk menentukan disiplin apa yang akan menjadi minat utama (major) dan disiplin apa yang menjadi pelengkap (minor). Misalnya, seorang mahasiswa bisa saja memilih kombinasi major-minor yang tak terbay-angkan di negeri ini seperti: major pramedikal (untuk menjadi dokter) dengan minor sejarah,politik,atau ilmu budaya. Ketika ia memilih suatu major, universitas telah menentukan mata kuliah-mata kuliah apa saja yang tertera dalam paket itu.Demikian pula pada waktu ia memilih minor.

Dalam hal ini, peran seorang pembimbing akademik yang mengarahkan studi si mahasiswa sangatlah besar.Tugasnya bukan hanya menandatangani formulir rancangan studi saja,tapi juga memberikan pengarahan dan bimbingan. Survei mengenai hubungan antara pendidikan dengan dunia kerja di Amerika membuktikan bahwa banyak perusahaan swasta dan kantor pemerintah lebih suka memilih para lulusan liberal artsketimbang lulusan vokasional dalam rekrutmen mereka.

Kecenderungan tersebut,menurut survei itu lagi, berdasarkan atas pertimbangan bahwa para lulusan Liberal Arts –karena dasar pengetahuan mereka yang lebih umum dan luas– lebih mampu dan dapat cepat menyesuaikan diri pada posisi mereka ketika mulai bekerja. Majalah berita mingguan Newsweek terbitan beberapa pekan lalu mengatakan,kebanyakan sekolah kedokteran terkemuka di Amerika sekarang ini cenderung lebih suka menerima mahasiswa yang punya dasar ilmu sosial dan humaniora. Dengan diberlakukannya sistem itu,secara teoretis seorang mahasiswa di suatu universitas boleh mengambil mata kuliah apa saja yang disediakan di segala fakultas, departemen, program studi, dan unit pendidikan lain.

Kalau ini dapat terlaksana, fungsi fakultas dan dekan sebenarnya tidak diperlukan lagi.Unit yang paling berperan besar adalah departemen yang bertugas mengembangkan SDM ilmu dan bidang ilmu yang diampunya.Begitu pula, kalau sistem ini diberlakukan, dekan masih tetap ada tetapi tugas utamanya adalah mengembangkan ilmu.Jumlah dekan tidak banyak karena keberadaan mereka harus sesuai dengan jumlah rumpun ilmu yang diampunya.Di UI sudah ditentukan ada tiga bidang rumpun ilmu, yakni kesehatan,sains dan teknologi, serta sosial humaniora.

Jadi, jikalau sistem ini berlaku di masa depan, UI hanya memerlukan tiga dekan. Kalau saja UI memutuskan untuk menerapkan sistem liberal artsseperti yang disuarakan Rektor Gumilar, ini merupakan suatu langkah sangat besar dan revolusioner.Dengan menggunakan sistem kurikulum dan pendidikan seperti ini di masa depan, UI akan mampu menelurkan lulusan berwawasan luas yang mampu bersaing dengan mereka-mereka yang jebolan luar negeri atau dalam negeri yang menerapkan kurikulum internasional.

Bagi UI sendiri langkah ini merupakan suatu lompatan jauh ke muka, dalam usaha agar salah satu universitas terkemuka di Indonesia ini tampil benar-benar sebagai suatu universitas, bukan federasi fakultas-fakultas. Namun, itu pasti memerlukan persiapan matang dan tentu harus dilakukan secara bertahap karena tidak semudah membalikkan tangan. Program ini memerlukan ”pendidikan” bukan saja untuk para mahasiswanya, tetapi juga untuk pengajar. Program seperti ini perlu sosialisasi, bukan dengan sekadar mengeluarkan surat keputusan (SK).Pada tahap awal, misalnya berikan kebasan kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di fakultas yang ilmunya serumpun dengan fakultas tempat ia terdaftar.(*)

Tidak ada komentar: